INI DUNIA KU

Don't ever let somebody tell you, you cant do something..... You got a dream, you got a protect it.. Period....!!!

Design your theme

Righteous Kill

Background nya keren juga tuh, tapi kok gak sadar ada yang bening juga tuh....:D

Quisque sed felis

Bang J keren juga tuh style nya... :D

Etiam augue pede, molestie eget.

KAWAH PUTIH IS THE BEST PLACE..... THANKS GOD...

Hellgate is back

WOI......

FOR YOU ALL..

CLICK THIS TO YOU KNOW.....

Latest Posts

Di blog ini aq cuma mau berbagi sedikit tentang informasi yang mungkin sangat berguna untuk kelangsungan kita sebagai umat yang saling membutuuhkan satu sama lain tanpa ada efek saling menguntungkan dalam hal apapun...

Okay, sejenak saya mencoba untuk mencari tahu tentang informasi sekolah yang GRATIS dan NYAMAN yang mungkin buat siapapun untuk jaman seperti "SANGAT DIBUTUHKAN...."

Okay, mungkin aq udah terlalu banyak ngoceh, yang inti nya silahkan klik disini untuk dapat mengakases informasinya dan segera mendaftarkan diri secara langsung dengan ditemani ORANGTUA,,,,
Dan jika anda pengen taw ttng info diatas dapat di Donwload disini

"INGAT JANGAN SEKALI-KALI MEMPERCAYA BLOG YANG BELUM JELAS INFORMASINYA, DAN KALIAN HARUS MEN-SURVEI DULU TENTANG PEMBERITAAN YANG DIMUAT"



Beberapa informasi kecil tentang AKADEMI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA dalam gambar berikut ini:


[ Read More ]

Disini saya mencoba untuk berbagi dengan anda, dimana kejadian ini saya mengalami sendiri tanpa ada niatan untuk menjelekkan pebisnis yang terjun di bidang online ini, ini hanya sekedar untuk berbagi dengan teman2 di dunia online agar terus berhati2 selalu dengan indikasi penipuan online. Sebagaimana yang akan saya ungkapkan tabir sebenarnya di blog q ini, inilah salah satu identitas atau profil dari "PENIPU=BAJINGAN=BANGSAT=BINATANG=ANJING=SEMUA BINATANG YG MEMPUNYAI SIFAT MALAS DAN RAKUS DENGAN CARA MENDAPATKAN"


NAMA : AKBAR NASIR

ALAMAT :

1. Berdasarkan KTP Bajakan:


2. Berdasarkan Informasi dariy yg Berwajib:
Bank Yang dipakai BAJINGAN INI adalah: BRI
 No. Rekening : 7504-01-000129-50-4
Jl. SUNTER AGUNG BARAT 8
BLOK B II NO. 7 RT 9/ RW 8
JAKARTA UTARA - TANJUNG PRIOK

Untuk alamat blog dan facebook berikut terlampir:

1. Blog Jualan Online (ASSHOLE,MF, FTB):

  
2. Facebook (ASSHOLE,MF, FTB):
  


ATTENTION FOR YOU'RE :
Jikalau anda belum bisa percaya anda coba buka blog2 diatas dan bandingkan, setelah itu anda coba untuk melihat gambar pada photo KTP bajingan ini pasti terlihat pada photonya bekas cropping, kemudian pada tulisan nama dan jenis kelamin pada KTP nya JENIS HURUF & UKURAN HURUF nya berbeda dengan aslinya pada KTP tersebut...

sebagai TAMBAHAN LGI, jika anda berhubungan dengan ANJING-ANJING  ini maka disitu ada namanya yang gak jelas misalnya seperti:
  1. SIGIT_[BANGSAT]
  2. REZKI PRATAMA_[FUCK THE BITCH]
  3. AKBAR NASIR_[ANJINK, BANGSAT,dan smua yg kotor ada disini]
dan ANJINK-ANJINK ini adalah pemain dalam hal ini, dimana si AKBAR NASIR_ASSHOLE ini adalah PEMERAN UTAMA dalam aksi menuju HELL terdalam....

 Harapan saya setelah kejadian yg sudah saya alami ini bisa menjadi informasi yg sangat berarti buat teman-teman semuanya....
  
[ Read More ]

The Great Team in action
 Gunung Gede merupakan sebuah gunung yang berada di Pulau Jawa, Indonesia. Gunung Gede berada dalam ruang lingkup Taman Nasional Gede Pangrango, yang merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kali diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Gunung ini berada di wilayah tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi, dengan ketinggian 1.000 - 3.000 m. dpl, dan berada pada lintang 106°51' - 107°02' BT dan 64°1' - 65°1 LS. Suhu rata-rata di puncak gunung Gede 18 °C dan di malam hari suhu puncak berkisar 5 °C, dengan curah hujan rata-rata 3.600 mm/tahun. Gerbang utama menuju gunung ini adalah dari Cibodas dan Cipanas.
Gunung Gede diselimuti oleh hutan pegunungan, yang mencakup zona-zona submontana, montana, hingga ke subalpin di sekitar puncaknya. Hutan pegunungan di kawasan ini merupakan salah satu yang paling kaya jenis flora di Indonesia, bahkan di kawasan Malesia.

Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi

  • Telaga Biru. Danau kecil berukuran lima hektar (1.575 meter dpl.) terletak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas. Danau ini selalu tampak biru diterpa sinar matahari, karena ditutupi oleh ganggang biru.
Air terjun Cibeureum.
Air terjun yang mempunyai ketinggian sekitar 50 meter terletak sekitar 2,8 km dari Cibodas. Di sekitar air terjun tersebut dapat melihat sejenis lumut merah yang endemik di Jawa Barat.
Air Panas.
Terletak sekitar 5,3 km atau 2 jam perjalanan dari Cibodas.
Kandang Batu dan Kandang Badak.
Untuk kegiatan berkemah dan pengamatan tumbuhan/satwa. Berada pada ketinggian 2.220 m. dpl dengan jarak 7,8 km atau 3,5 jam perjalanan dari Cibodas.
Puncak dan Kawah Gunung Gede.
Panorama berupa pemandangan matahari terbenam/terbit, hamparan kota Cianjur-Sukabumi-Bogor terlihat dengan jelas, atraksi geologi yang menarik dan pengamatan tumbuhan khas sekitar kawah. Di puncak ini terdapat tiga kawah yang masih aktif dalam satu kompleks yaitu kawah Lanang, Ratu dan Wadon. Berada pada ketinggian 2.958 m. dpl dengan jarak 9,7 km atau 5 jam perjalanan dari Cibodas.

    Alun-alun Suryakencana.
    Dataran seluas 50 hektar yang ditutupi hamparan bunga edelweiss. Berada pada ketinggian 2.750 m. dpl dengan jarak 11,8 km atau 6 jam perjalanan dari Cibodas.

 Informasi diatas berdasarkan survei yang kevalitan berita tersebut dijaga oleh kami Team 5 (LIMA) WANASETYA_AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

TEAM 5:
Ricko Kardoso

Hamdan Nurdin

Mario Rohi Koten

ELMA

Reza Bayu Pandhawa

Shafira Tsanyfadhila Fizca


Yusran Muhammad
Indah Kurniawati
Suryadi

 Salam hangat dari kami semua nya untuk anda_
Hu...Ha....
Hu...Ha....
Hu...Ha....
Hu....Ha.....
[ Read More ]

"Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya."
(QS. Yasin:69)

Syair bukanlah keahlian dalam tabiat Muhammad. Tak ada waktu baginya untuk berbuat bodoh seperti para penyair dan bingung seperti para sastrawan. Beliau datang dengan risalah yang agung dan wahyu yang mulia. Sesungguhnya Muhammad s.a.w. bukanlah penyair yang suka mengalikan seperlima dengan seperenam (dalam membentuk bait) atau suka berkeliaran di jurang-jurang khayalan. Dia adalah Nabi yang terjaga (dari dosa). Setiap kata yang keluar darinya adalah agama. Setiap kalimat yang keluar darinya adalah Sunnah. Dia datang untuk mereformasi dunia, bukan untuk mempermainkan perasaan-perasaan seperti yang dilakukan para penyair.

Dalam umurnya, tidak ada waktu kosong untuk menyusun bangunan-bangunan pemikiran. Tidak pula untuk mengejutkan orang-orang awam. Dia diutus untuk menyelematkan umat manusia dengan izin Allah SWT. Jika demikian sifatnya, sungguh-sungguh adalah metodenya, kebenaran adalah tujuannya, dan reformasi adalah citanya.

Allah berfirman, "Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang haq dan yang bathil, dan sekali-kali bukanlah dia sendau gurau." (QS. Ath-Thariq:13-14)

Muhammad bukanlah penyair karena syair tidak berdasar pada hakekat dan kebenaran ilmiah. Syair adalah kumpulan dari ilusi, rasa haus, romantisme, kebingungan, kebohongan, dan pemalsuan. Semoga Allah menjaga Rasul-Nya dari hal-hal tersebut.

Tidak pantas bagi Muhammad untuk melantunkan syair. Dia datang bukan untuk menghibur manusia, memuji para raja, mengindentifikasi rumah-rumah, atau menangisi bekas-bekas yang tersisa. Beliau datang untuk menyucikan hati dari kotoran kemusyrikan, menyucikan jiwa dari kotoran paganisme, dan membangun dunia dengan keimanan. Nafas dan detik umurnya selalu dihitung karena tugasnya tidak bisa ditangguhkan lagi.

Dia telah diutus dari Sang Khaliq untuk makhluk dengan risalah muhammadiyah yang berjudul, "Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah." Pencampuran risalah yang kekal mukjizatnya dengan segala bentuk duniawi, hobi dalam memainkan perasaan, dan hiburan-hiburan merupakan usaha yang membatalkan tugas risalah dan mengosongkannya dari isi-isinya yang sangat jelas.

Sesungguhnya beserta Muhammad ada yang lebih indah dari syair dan sastra, lebih baik dari kebaikan. Ialah Al-Qur'an yan mulia. Ia bisa membuat para penyair dan sastrawan menjadi terdiam, dan para ulama dan orang-orang Arab menjadi bingung.


Tatkala pikiran seseorang merasuk dalam ujung keindahannya, ilusinya menjadi tenggelam didalamnya......


dikutip dari Buku "Cahaya Pencerahan" halaman 6-7 karya DR. 'Aidh Al-Qarni
[ Read More ]

A. Arti Definisi / Pergertian Shalat Jumat
Shalat Jum'at adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah.
B. Hukum Shalat Jum'at
Shalat Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi laki-laki / pria dewasa beragama islam, merdeka dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu. Jadi bagi para wanita / perempuan, anak-anak, orang sakit dan budak, shalat jumat tidaklah wajib hukumnya.
Dalil Al-qur'an Surah Al Jum'ah ayat 9 :

" Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."

C. Syarat Sah Melaksanakan Shalat Jumat

  1. Shalat jumat diadakan di tempat yang memang diperuntukkan untuk shalat jumat. Tidak perlu mengadakan pelaksanaan shalat jum'at di tempat sementara seperti tanah kosong, ladang, kebun, dll.
  2. Minimal jumlah jamaah peserta shalat jum'at adalah 40 orang.
  3. Shalat Jum'at dilaksanakan pada waktu shalat dhuhur / zuhur dan setelah dua khutbah dari khatib.
  4. Ketentuan Shalat Jumat
Shalat jum'at memiliki isi kegiatan sebagai berikut :
  1. Mengucapkan hamdalah.
  2. Mengucapkan shalawat Rasulullah SAW.
  3. Mengucapkan dua kalimat syahadat.
  4. Memberikan nasihat kepada para jamaah.
  5. Membaca ayat-ayat suci Al-quran.
  6. Membaca doa.
E. Hikmah Shalat Jum'at


  1. Simbol persatuan sesama Umat Islam dengan berkumpul bersama, beribadah bersama dengan barisan shaf yang rapat dan rapi.
  2. Untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar sesama manusia. Semua sama antara yang miskin, kaya, tua, muda, pintar, bodoh, dan lain sebagainya.
  3. Menurut hadis, doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT akan dikabulkan.
  4. Sebagai syiar Islam.
F. Sunnah-sunnah Shalat Jumat

  1. Mandi sebelum datang ke tempat pelaksanaan shalat jum at.
  2. Memakai pakaian yang baik (diutamakan putih) dan berhias dengan rapi seperti bersisir, mencukur kumis dan memotong kuku.
  3. Memakai pengaharum / pewangi (non alkohol).
  4. Menyegerakan datang ke tempat shalat jumat.
  5. Memperbanyak doa dan salawat nabi.
  6. Membaca Alquran dan zikir sebelum khutbah jumat dimulai.
Sumber : Buku Pelajaran Sekolah Agama Islam (mohon maaf kalau tidak ada dalil, kalau bisa bantu melengkapi/memperbaiki).
[ Read More ]

"Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu."
(QS. Al-Insyirah : 4)

Nama-Ku tidak akan disebut kecuali namamu juga disebut. Nama mu bersamaan dengan nama-Ku dalam adzan, shalat, khutbah, ceramah. Apa kamu ingin kemuliaan yang lebih besar dari ini? Setiap yang shalat, bertasbih, berhaji, dan berkhutbah selalu menyebut mu. Apa kamu meminta kemuliaan yang lebih besar dari ini?

Nama mu disebut dalam kitab Taurat dan Injil. Nama mu tertulis dalam halaman-halaman pertama, diwan-diwan terdahulu, nama mu tersiar di klub-klub, dipuja di kota dan di desa, dalam pertemuan - pertemuan, dan dalam upacara - upacara.

Aku telah muliakan namamu. Maka namamu menyebar seperti menyebarnya sinar matahari, melintasi benua seperti melintasnya angin. Setiap kota mengenal mu, setiap daerah mendengar mu, dan setiap desa menanyakan mu.

Aku telah muliakan namamu. Kamu pun menjadi bahan perbincangan dalam perkumpulan, kisah dalam bergadang, pilar berbagai pembicaraan, dan sejarah besar dalam hidup.

Aku telah muliakan namamu. Maka namamu tidak terlupakan bersama hari-hari,tidak terhapus bersama tahun-tahun, tidak tercabut dari daftar kekekalan, tidak terganti dalam lembaran sejarah. Orang-orang besar tidak melupakan mu. Jika ada diantara hamba - hamba Ku yang dimuliakan namanya itu disebabkan mengikuti jejakmu. 

Telah lenyap bekas bangsa-bangsa tetapi tidak dengan bekas-bekasmu. Telah terhapus peninggalan para raja tetapi tidak dengan peninggalan mu. Telah hilang kemuliaan para raja tetapi tidak dengan kemuliaan mu. Tidak ada manusia yang lebih lapang dada dari mu, tidak ada yang lebih mulia namanya dari mu, tidak ada yang lebih baik peninggalannya darimu, dan tidak ada yang lebih indah perangainya darimu.

Apabila ada orang yang sedang bersaksi, namamu disebut bersama-sama nama-Ku. Apabila ada yang sedang bershalat Tahajjud namamu disebut bersama nama-Ku. Apabila ada yang sedang berkhutbah, namamu disebut bersama nama-Ku. Puji lah Tuhanmu karena Aku telah memuliakan namamu.

Di kutip dari "Cahaya Pencerahan" karya DR. 'Aidh al-Qarni_Halaman 50-52
[ Read More ]


 Ya Allah..Alhamdulillah, aku seorang Muslim
Ya Allah..Alhamdulillah, aku hidup sekarang
Ya Allah..Alhamdulillah, aku bisa bernafas sekarang
Ya Allah..Alhamdulillah, aku sehat sekarang
Ya Allah..Alhamdulillah, aku sempurna fisik
Ya Allah..Alhamdulillah, aku punya rumah
Ya Allah..Alhamdulillah, aku punya ibu dan bapa
Ya Allah..Alhamdulillah, aku bisa makan
Ya Allah..Alhamdulillah, aku bisa minum
Ya Allah..Alhamdulillah, aku punya pakaian
Ya Allah..Alhamdulillah, aku punya kerja
Ya Allah..Alhamdulillah, aku bisa bersekolah
Ya Allah..Alhamdulillah, aku hidup dalam keadaan aman
Ya Allah..Alhamdulillah, aku dapat berhibur (cara yang  positif)
Ya Allah..Alhamdulillah, aku punya sahabat
Ya Allah..Alhamdulillah, aku bisa tidur dengan nyenyak
Ya Allah..Alhamdulillah, aku bisa menikmati udara segar
Ya Allah..Alhamdulillah....
dan masih banyak rasa syukur yang terkadang kita lupakan....

Fikirkan!, banyak manusia yang mengakui Islam, tetapi...
apakah dia sudah melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang Islam/Muslim?
Apakah hidupnya mengikut cara Islam?
Solat 5 waktu?
Puasa?
Baca Al-Quran?
Apakah kita selalu bersyukur dengan semua nikmat yang telah diberikan ini?

Fikirkan!, kita sedang bernafas sekarang...
Apakah kita menggunakan jasmani kita dengan baik?
Apakah kita bersyukur dengan nikmat ini?
Fikirkan!, kita sehat...
Apakah kita menggunakan waktu sehat kita dengan baik?
Dan adakah kita marah atau mengeluh kepada Allah jika kita sedang sakit?
Ingat...., penyakit merupakan tanda kasih Allah supaya kita ingat pada-Nya..SubhanAllah..
Apakah kita bersyukur dengan SEMUA NIKMAT ini?
Fikirkan!, kita punya rumah, makanan, minuman, pakaian dan sebagai
nikmat dari segi harta.. apakah ketika kita makan dan minum, kita
mulai dengan membaca Bismillah?
Apakah kita menutup aurat ketika berpakaian dan karena Allah Ta'ala?
Apakah kita berhias mengikuti cara Islam?
Apakah kita bersyukur dengan nikmat ini?
Fikirkan!, kita dapat berhibur (cara yang positif), tetapi kadang-kadang kita terlupa, terlebih ketika kita sedang dalam keadaan senang.
Fikirkan, kita hidup di negara yang aman dan damai dari peperangan (tidak termasuk perang politik). Kita dapat tidur dengan nyenyak, tiada bunyi bom, pistol dan segala macam jenis  senjata. Tidak seperti di Iraq, Bosnia dan sebagainya.
Apakah kita bersyukur dengan nikmat ini?

Seperti dalam Surah Ar-Rahman..Allah menekankan ayat ini sebanyak 31 kali.
"Maka nikmat Tuhan kamu yang mana satukah yang kamu dustakan?" (Surah Ar-Rahman)
Karena manusia itu mudah lupa, lalai dengan nikmat Allah yang terlalu banyak ini sehingga tidak terkira.

Kadang-kadang kita lupa mengucapkan:
"Terima kasih ya Allah! Terima Kasih! Alhamdulillah, nikmat yang Engkau berikan kepada ku amat banyak! Syukran ya Allah!"
Kadang-kadang kita lupa tidak berterima kasih kepada Allah dengan cara beribadah kepada-Nya..kita lupa... lalai..

Kadang-kadang kita terlalu banyak menuntut, "Kenapa aku tak dapat yang ini? Kenapa Allah kasih aku yang ini?!" Tetapi kita tidak sadar, kita tak tanamkan dalam diri bahwa Allah itu Maha Mengetahui. Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya..
Kadang-kadang kita tidak sadar, Allah hanya meminjamkan kekayaan Nya kepada kita, tetapi kita? Dengan kekayaan itulah kita gunakan untuk menentang Tuhan Yang menciptakan alam ini.. Na'uzubillah..
Sahabat-sahabat sekalian, marilah kita muhasabah diri masing-masing..

Wallahualam bishawab

[ Read More ]



Sungguh memprihatinkan dan ironis melihat kenyataan dalam kehidupan manusia yang selalu dilanda perpecahan,pertengkaran, bahkan saling bunuh, dan semua itu di dasari oleh masalah "Perbedaan".

Perbedaan adalah elemen dasar dari keberadaan dan kehidupan:
  • Lampu listrik bisa menyala karena kerjasama antara 2 sifat arus listrik yang berbeda, yaitu arus negative (-) dan arus positif (+)
  • Orang bisa menikmati kekayaan materi karena adanya orang miskin materi, karena jika semua orang kaya, maka tak ada yg mau jadi pekerja, jadi sama susah dan capeknya... 
Dua contoh di atas adalah fakta sederhana, dan tak perlu saya tulis semua tentang kebenaran dari "perbedaan", karena memang seluruh isi alam semesta dan kehidupan tersusun dari harmonisasi perbedaan.
Dalam urusan cinta, pada jaman modern ini telah di kumandangkan suatu slogan dan prinsip untuk suatu perpecahan/perceraian dengan nama "Perbedaan" , dengan mengatakan "..kami sudah tidak ada kesamaan , maka sebaiknya berpisah/bercerai, dan menempuh jalan masing-masing".

Dalam urusan keyakinan, banyak yang menjadi teroris dan melakukan pembunuhan masal seperti hewan, oleh karena "PERBEDAAN" memahami dalil, dengan mengatakan "...dia salah dan saya yang benar"

Dalam segala hal "perbedaan" di jadikan kambing hitam untuk mengambil keputusan sebagai tameng untuk menutupi ketidak mampuan-nya mengatasi masalah.

Saya suka memberikan nasehat kepada diri saya yang sedang bertengkar dengan mengatakan "...lupakanlah siapa yang salah dan siapa yang benar, kita ini keluarga , jadi cari jalan terbaiknya, dan hargai pendapat kita masing-masing, tetap utamakan tanggung jawab kalian sebagai keluarga dan tetaplah bekerja sama "


MUTIARA MOTIVASI DIRI
"Tak ada manusia yang sempurna dari kekurangan...tak ada manusia yang tak pernah membuat salah, meskipun dia seorang Nabi pilihan Tuhan...Semua manusia bereaksi berdasaran latar belakang kehidupannya masing-masing, dan secara kodrat memang latar kehidupan semua orang pasti berbeda (meskipun 2 orang kembar) , sehingga akan menciptakan sudut pandang yang berbeda pula dalam memandang masalah......
Maka...terimalah kekurangan orang lain dengan iklas, supaya orang lain juga bisa menerima kekurangan kita....dan hargailah kelebihan orang lain dengan lapang dada, supaya orang lain juga bisa menghargai kelebihan kita..."


Belajar menjadi bijak sama sekali bukan refleksi jiwa yang mulai memasuki usia tua ,ataupun refleksi jiwa yang mulai pasif dan malas...tapi merupakan langkah nyata untuk berbuat adil,menghargai, menyayangi,mensyukuri,mengenali diri sendiri .

Orang yang bijak bukan berarti orang yang sabar secara emosional, tapi orang yang berfikir dengan tepat pada suatu permasalahan dan berani menerima serta melihat kenyataan dengan ikhlas dan sportif.........sebaliknya orang yang tidak bijak adalah orang yang tak mau berusaha menerima dan melihat kehidupan secara apa adanya, selalu mengingkari dan membuat manipulasi.

"Jika ingin kuat ,maka ketahuilah kelemahanmu"


[ Read More ]

Khadijah, menurut riwayat Ibnu al-Atsir dan Ibnu Hisyam adalah seorang wanita pedagang yang mulia dan kaya. Beliau sering mengirim orang kepercayaannya untuk berdagang. Ketika beliau mendengar kabar kejujuran Nabi saw, dan kemuliaan akhlaknya, beliau mencoba mengamati Nabi saw dengan membawa dagangannya ke Syam.

Khadijah membawakan barang dagangan yang lebih baik dari apa yang dibawakan kepada orang lain. Dalam perjalanan dagang ini Nabi saw ditemani Maisarah, seorang kepercayaan Khadijah. Muhammad saw menerima tawaran ini dan berangkat ke Syam bersama Maisarah meniagakan barang Khadijah. Dalam perjalanan ini Nabi berhasil membawa keuntungan yang berlipat ganda, sehingga kepercayaan Khadijah bertambah terhadapnya. Selama perjalanan tersebut Maisarah sangat mengagumi akhlak dan kejujuran nabi. Semua sifat dan perilaku itu dilaporkan oleh Maisarah kepada Khadijah. Khadijah tertarik pada kejujurannya, dan ia pun terkejut oleh barakah yang diperoleh dari perniagaan Nabi saw.

Kemudian Khadijah menyatakan hasratnya untuk menikah dengan Nabi saw, dengan perantaraan Nafisah binti Muniyah. Nabi saw menyetujuinya, kemudian Nabi menyampaikan hal itu kepada paman-pamannya. Setelah itu, mereka meminangkan Khadijah untuk Nabi saw dari paman Khadijah, Amr bin Asad. Ketika menikahinya , Nabi berusia 25 tahun sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.

Sebelum menikah dengan Nabi saw, Khadijah pernah menikah dua kali. Pertama dengan Atiq bin A’idz at Tamimi dan yang kedua dengan Abu Halah at-Tamimi, namanya Hindun bin Zurarah.

Mengenai keutamaan dan kedudukan Khadijah dalam kehidupan Nabi saw, sesungguhnya ia tetap mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah saw sepanjang hidupnya. Telah disebutkan di dalam riwayat terbaik pada jamannya.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ali r.a. pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:

“Sebaik-baik wanita (langit) adalah Maryam binti Imran, dan sebaik-baik wanita (bumi) adalah Khadijah binti Khuwailid.“

Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah r.a. , ia berkata :
“Aku tidak pernah cemburu kepada istri-istri Nabi saw kecuali kepada Khadijah, sekalipun aku tidak pernah bertemu dengannya. Adalah Rasulullah saw, apabila menyembelih kambing, ia berpesan, “Kirimkan daging kepada teman-teman Khadijah.“ Pada suatu hari aku memarahinya, lalu aku katakan, “Khadijah?“ Kemudian Nabi saw bersabda : “Sesungguhnya aku telah dikaruniai cintanya.“

Ahmad dan Thabarani meriwayatkan dari Masruq dari Aisyah r.a. , ia berkata :
“Hampir Rasulullah saw tidak pernah keluar rumah sehingga menyebut Khadijah dan memujinya. Pada suatu hari Rasulullah saw menyebutnya, sehingga menimbulkan kecemburuanku. Lalu aku katakan, “Bukankah ia hanya seorang tua yang Allah telah menggantinya untuk kakanda orang yang lebih baik darinya?“ Kemudian Rasulullah saw marah seraya bersabda :“ Demi Allah, Allah tiada menggantikan untukku orang yang lebih baik darinya. “Dia beriman ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakanku, dia membelaku dengan hartanya, ketika orang-orang menghalangiku, dan aku dikaruniai Allah anak darinya, sementara aku tidak dikaruniai anak sama sekali dari istri selainnya.“

Sehubungan dengan pernikahan Rasulullah saw dengan Khadijah kesan yang pertama kali didapatkan dari pernikahan ini ialah, bahwa Rasulullah saw sama sekali tidak memperhatikan faktor kesenangan jasadiah. Seandainya Rasulullah sangat memperhatikan hal tersebut, sebagaimana pemuda seusianya, niscaya beliau mencari orang yang lebih muda, atau minimal orang yang tidak lebih tua darinya. Nampaknya Rasulullah saw menginginkan Khadijah karena kemuliaan akhlaknya di antara kerabat dan kaumnya, sampai ia pernah mendapatkan julukan ‘Afifah Thairah (wanita suci) pada masa jahiliyah.

Pernikahan ini berlangsung hingga Khadijah meninggal dunia pada usia enampuluh lima tahun, sementara itu Rasulullah saw telah mendekati usia 50 tahun.

[Dikutip dari buku Sirah Nabawiyah karangan Dr. Muhammad Sa`id Ramadhan Al Buthy, alih bahasa (penerjemah): Aunur Rafiq Shaleh, terbitan Robbani Press]

[ Read More ]


 "Beribu pulaunya, berjuta rakyatnya, satu bangsa satu bahasanya". Dalam kenyataan ada beratus bahasa daerah, di bawah yang persatuan, dan lebih penting dari itu berbagai bentuk budaya, seperti diisyaratkan nyanyian tadi -- sejumlah kekayaan beragam-ragam dalam wadah yang satu. Zaim Uchrowi, dari TFMPO, di halaman-halaman berikut ini melukiskan warna-warni Pulau Sumba dari kunjungannya ke sana bersama Fotografer Ali Said kita. Mungkin saja sebagian kehidupan Sumba masih (atau tetap) merupakan elemen dalam kenyataan aktual lingkungan Anda, dan mungkin saja sebagiannya tinggal kenangan dari suasana yang sudah lampau. Tapi, siapa bilang hanya orang asing yang tidak mengenal warna-warni kehidupan tanah air kita? O, Saudara, matahari belum tinggi. Tapi lihat bapak tua itu, bernaung di kelindapan pepohonan. Di ujung pagar tembok, dekat pengkolan jalan, ia duduk melepas capek. Tangannya menenteng seikat ikan asin yang baru dibelinya. Ia baru berbelanja, memang. Namun, jangan pula lupa memperhatikan pakaian yang dikenakannya: secarik kain kuning membebat kepala, melindunginya dari sengatan matahari siang nanti bila ia berjalan pulang. Di pundak tersampir kain hijau, yang seharusnya dipakai untuk gorden. Sedang di pinggang, kain biru polos yang sudah memudar warnanya dipakai sebagai sarung, dengan gaya khas Sumba: bagian depannya melipat-lipat seperti wiru besar, dan hanya sebatas atas lutut. Saya tak tahu berapa tua ia. Kerut-merut di dengkul memang menggambarkan usianya yang lanjut. Sayang, cekung matanya tak terlihat, karena tertutup kaca mata yang . . . wah . . . bagai yang dipakai anak kota belasan tahun. Kacanya perak berkilau macam cermin. Belum cukup, kemeriahan makin mencuat dengan warna merah terang yang dipilih untuk sabuk besar yang dikenakannya. Orang setempat menyebut sabuk itu kalombut. Biasanya untuk tempat buah sirih dengan pinang (juga uang). Hanya kali ini terlihat kosong. Beberapa langkah di depan, seorang wanita muda tersenyum malu-malu. Gaun hijau yang dikenakannya cukup mencolok untuk dilihat dari jauh. Dan rambutnya . . . aha . . . tentu bukan gaya pulau ini. Di depan, sampai batas ubun-ubun, rambut dipotong pendek sampai hanya sesenti panjangnya. Sudah itu sederet rambut tegak menantang langit di belakangnya, dan diteruskan potongan pendek biasa di belakang kepala. Keseluruhannya ia biarkan dalam corak basah. Barangkali ia tak tahu bahwa corak rambut semacam juga melanda daratan Eropa dan bahkan Jepang: gaya punk yang disukai remaja antimapan. Wanita muda itu lari setelah dipotret. Warna-warni begitu selalu mudah ditemui di Sumba. Lebih-lebih pada pasar tradisional yang mereka sebut pranggang. Lebih dari itu, banyak hal dalam masyarakat Sumba sehari-hari yang kita belum tahu. Setidaknya suasana pulau di Nusa Tenggara Timur ini merupakan kesehari-harian yang lain dari gaya hidup kota. * * * Hari masih pagi ketika orang-orang berdatangan. Truk-truk datang pergi dengan bangku kayu di bak belakang, mengangkut orang dan tentengannya. Beberapa bis mini juga tak kalah sibuknya membawa penumpang dengan cara yang lebih hormat. Selebihnya, orang-orang datang dengan berjalan kaki atau mengendarai sepeda. Perlahan petak tanah berdangau-dangau -- yang pada hari-hari biasa tampak sepi -- mulai terisi. Keriuhan lalu melebar ke jalan sampingnya -- yang khusus dibikin verboden. Malah juga sampai ke lapangan kecil di depan. "Hari ini memang hari pranggang," kata sopir mobil sewa yang namanya sulit diucapkan. Pasar tradisional begitu berlangsung seminggu sekali di satu tempat, dan mungkin dapat disejajarkan dengan hari pasar Pahing, Kliwon atau Wage yang berlangsung lima hari sekali di Jawa di hari-hari lampau. Pada Ladu Lima begini -- hari kelima atau hari Jumat - adalah giliran pranggang di Melolo kota ketiga teramai di Pulau Sumba dan berjarak 60 km dari ibu kota Kabupaten Sumba Timur, Waingapu. Sedang hari lainnya adalah giliran tempat-tempat lain di luar Melolo. Di dangau-dangau dan di tanah bawah para pedagang mengatur letak barang-barang mereka. Penjual buah sirih (yang hijau silindris memanjang) dan irisan pinang meletakkan dagangannya bergunduk-gunduk. Ubi hutan ditata dua-dua atau tiga-tiga. Penjual ikan asin merangkai ikannya dengan cara berbeda, bergantung pada jenisnya. Ada yang tali untaiannya ditusukkan lewat celah lubang insang menembus mulut seperti lazimnya. Ada pula yang tali pengikatnya ditusukkan menembus badan dekat ekor, kedua ujung tali diikatkan menjadi satu, sehingga seluruhnya menyerupai kalung dengan beberapa ikan menjadi liontinnya. Pengikatan macam begini hanya untuk jenis ikan yang pipih lebar seperti yang ditenteng bapak tua tadi. Bila pagi benar Anda datang, barangkali sempat menemui telur burung kalauki dijual. Pedagang dari Waingapu biasa berebut membeli telur sebesar telur angsa itu, kalau ada. Padahal, sebenarnya jenis burung itu dilindungi, dengan nama yang lebih sering disebut burung Maleo. Tapi, memang, lebih sering pranggang tanpa telur kalauki. Di pinggir jalan pedagang menjajarkan gulungan tikarnya. Putih, kontras dengan baju merah yang dikenakan. Pedagang daun lontar muda mondar-mandir menjajakan barang yang ditopangkan di pundak. "Itu dipakai untuk merokok," kata seorang penerjemah. Orang-orang desa pada saat begini juga bisa menjadi pedagang. Dibawanya ayam atau babi peliharaan ke pasar juga telur-telur, bahkan parang. Hasil jualan dibelikan bahan kebutuhan sehari-hari. Mereka juga bisa membeli berbagai corak pakaian, baru atau bekas. Tukang reparasi tape dan radio pun menawarkan jasanya pada hari ramai ini. Bukan hanya pedagang barang primer, memang. Seseorang terlihat menjual cincin dari tanduk dengan garapan yang asal jadi. Toh ada dua gadis berminat. Mereka tanyakan harganya, mereka pegang-pegang cincin itu, mereka tawar dan coba-coba apakah pas di jari. Sewaktu penawar menimang-nimang, sang penjual pergi ke tempat lain, menjajaki minat calon pembeli lain. Sewaktu ia tahu pasti bahwa di tempat lain ada yang berminat, si penjual bergegas ke tempat semula dan langsung merebut dagangan yang tengah ditimang. Yang juga mencolok di pranggang adalah penjualan kain-kain Sumba, kain kombu atau hinggi. Satu dua penenun kadang membawa sendiri dagangan mereka ke pasar. Tapi lebih banyak di antara mereka yang benar-benar pedagang. Kain itu ditumpuk-tumpuk di kedai, kadang disampirkan. Ada juga yang diselempangkan pedagang di bahunya sambil ia berjalan keliling menawarkannya. Ada warna biru, cokelat atau merah, dengan ornamen putih. Motifnya, kebanyakan kuda atau singa dalam corak Sumba. Namun, untuk selendang, motifnya biasanya naga, dengan warna dasar biru benhur atau merah saga, dihias timbul dengan benang-benang putih besar. Tertarik pada tenunan itu ? Boleh berhati-hati . Ada tenunan halus dalam warna biru yang dijual dengan harga murah -- Rp 7.500 sepotong. Dijamin tak akan luntur. Tapi jangan kecewa kalau mendapati banyak tenunan yang sama di Bali atau bahkan di Jawa. Sebab, kain itu memang bikinan pabrik di Jawa. Yang asli Sumba justru yang ada kemungkinan luntur bila di cuci. Hari pranggang adalah hari keramaian yang tidak baik dilewatkan, terserah mau belanja atau tidak. Laki-laki, perempuan, tua dan sedikit anak-anak riuh di situ. Pranggang bukan hanya bagi warga Melolo bahkan orang-orang di balik gunung batu sana datang berjalan kaki berkilometer, walau belum tentu punya kepentingan khusus jual beli. "Indonesia Raya," kata lelaki tinggi besar berseloroh memperkenalkan diri. Nama sebenarnya Domo Hambakula, dengan umur "tak tahu". Ia dari Desa Watuhadang, empat kilometer jalan kaki. Sepagi penuh ia berada di pranggang hanya untuk membeli sirih-pinang seribu rupiah. Tapi yang juga penting baginya adalah kesempatan melihat keramaian ia ikut menambahinya dengan celoteh tak kunjung henti dari mulutnya yang merah oleh sirih. Dengan topi doreng, kain merah sebagai selendang, dan kain hijau sebagai sarung, Domo memang menarik perhatian. Pengunjung lain tampak duduk-duduk berbincang dengan kerabat atau memperhatikan lalu-lalang orang. Sesekali saja mereka belanja. Di masa lalu, pranggang begini selalu dimeriahkan dengan pacuan kuda. Orang riuh baku taruh, dan akhirnya juga sering gempar. Orang yang kalah bertaruh sering mengamuk. Karena itu, penyertaan pacuan kuda pada pranggang dilarang. Dulu juga, di sisi arena jual-beli selalu ada orang berkerumun minum laru -- tuak lontar. "Sekarang tidak boleh," kata Padjangga, polisi yang berjaga di dekat situ. Mereka yang mabuk sama sekali tak menjadi soal. "Tapi yang setengah mabuk, atau yang pura-pura mabuk, selalu membuat ribut" -- mereka lalu bergaya jagoan, misalnya dengan mengacung-acungkan parang yang dibawa. Pranggang di kampung-kampung sering pula dimanfaatkan oleh puskesmas untuk membuka praktek pengobatan. Mengharapkan penduduk datang sendiri berobat ke balai kesehatan bukan hal mudah, mereka masih sangat percaya jampi-jampi dukun. Ada atau tidak yang dilarang, pranggang kali ini, kata orang-orang, tak seramai biasanya. Wabah beberapa minggu sebelumnya, yang membuat 1.150 orang warga kecamatan terserang muntaber (15 orang di antaranya mati), telah membekukan kegiatan sosial masyarakat setempat. Kecamatan diisolasi. Angkutan umum tak boleh bergerak. Orang tak boleh keluar masuk wilayah tanpa izin -- selama dua minggu. Dan hiburan utama warga setempat, pranggang itu, ditutup tiga minggu. "Setelah pranggang yang lalu jumlah korban memang meningkat," kata dr. Handy Susetyo, dokter puskesmas setempat. Baru kemudian, sesudah keadaan menjadi normal, keriuhan dimulai kembali, meski masih banyak orang yang belum tahu bahwa pasar telah dibuka lagi. Lebih-lebih duka belum lama hilang, dan kecemasan akan timbulnya wabah kembali masih ada. * * * Sumba adalah pulau besar yang paling selatan di Kepulauan Indonesia kita. Garis lintang 10 derajat selatan masih memotong pulau itu, dan garis 120 derajat bujur timur membagi daratan yang lebih besar dari Pulau Bali itu menjadi dua secara sama luas. Bila Anda dari Kupang, terbanglah lurus ke barat. Belum sampai sejam Anda sudah harus mendarat di lapangan terbang Mau-Hau, Waingapu, kota terbesar di pulau. Bila datang dari Flores, berlayarlah lurus ke selatan. Itulah Sumba. Deretan bukit cadas yang kering dan gersang yang rumput pun tak terlihat tumbuh -- merupakan pemandangan pertama yang bisa disaksikan. Warna putih, hitam, dan cokelat itu bukan hanya melelahkan mata, tapi juga menyesakkan hati. Ada memang sedikit kehijauan. Yakni hutan -- yang di situ berarti kumpulan pohon yang tumbuh jarang-jarang -- yang mengikuti aliran sungai tanpa air, berkelok-kelok. Di dekat kota baru terlihat remah-remah tanah yang bisa ditanami. Mereka biasa berladang jagung di situ, di antara batang lontar yang tumbuh tegak. Pohon lontar memang tumbuh banyak. Dari lontarlah penduduk, kalau mau, bisa memetik buahnya yang mirip kelapa kecil atau memanfaatkan daun mudanya untuk lintingan rokok atau laru yang memabukkan. Belum lagi daun kering dan pelepahnya yang bisa dipakai kayu bakar. Pokoknya, tanpa pohon itu, Sumba kurang lengkap terasa. Secara administratif wilayah Sumba terbelah menjadi dua kabupaten. Kabupaten Sumba Barat beribu kota di Waikabubak, sekitar tiga jam berkendaraan umum dari Waingapu. Kedua wilayah berpenduduk tak cukup setengah juta orang yang sebagian besar adalah suku Sumba. Para pendatang adalah pegawai negeri dan ABRI, umumnya -- dari Jawa dan Bali. Sedangkan pendatang tradisional adalah orang-orang Rote, orang Sawu -- di sana disebut Sabu juga Bugis-Makassar yang punya perkampungan sendiri dan banyak hidup sebagai nelayan. Orang Sumba sendiri lebih banyak menjadi peladang dan peternak, dan sedikit berhubungan dengan laut. Namun, secara ekonomis, tetap keturunan Cina yang pegang kendali. Alam di situ memang tak ramah, jauh berbeda dengan di belahan barat Indonesia. Batu karang bermunculan hampir di seluruh pulau. Malah tak terlalu sulit untuk menemukan bekas kehidupan laut di karang-karang itu -- misalnya kulit kerang. "Di sini dulu memang dasar laut," kata orang-orang pada umumnya. Dan, katanya, pernyataan itu didukung oleh penelitian geologis oleh ahli Australia. Tentu saja butuh waktu ribuan tahun agar dasar laut itu terangkat oleh tenaga dari dalam bumi, kemudian batuannya melapuk menjadi tanah, lalu menjadi daerah kehidupan baru, lengkap dengan pohon, hewan, dan manusianya. Bahwa masih banyak sisa karang yang belum melapuk tak menjadi soal bagi orang-orang di situ. Sebab, mereka bisa memanfaatkannya untuk landasan jalan, atau menumpuk bongkah demi bongkah menjadi pagar (yang kelihatannya menyeramkan). Lepas dari karang, padang sabana menghampar luas. Rumput bisa tinggi sebatas pinggang. Bila musim penghujan tiba, sabana menghijau, dan dari jauh tampak bagai karpet tebal seluas mata memandang. Itulah masa hewan perumput berpesta pora. Sapi makan bergerombol-gerombol, hingga perut gembul kekenyangan. Kuda-kuda bebas berkeliaran sesukanya atau berkejaran jantan-betina bila tengah naik berahi, dengan memperdengarkan ringkik panjangnya. Anak kuda berlari-lari ringan mengiringkan induknya, sambil mempertontonkan bentuknya yang ramping dengan kaki yang panjang. Tak aneh bila mereka mendapat nama keren - entah dari siapa mulanya -- sebagai kuda sandle wood yang lalu dipakai sebagai nama hotel di Waingapu. Ini adalah jenis kuda Indonesia yang stylish, macam kuda Arab. Sepertinya hewan-hewan itu liar tanpa pemilik. Tak ada pagar yang membatasi gerak mereka. Tapi hati-hati, jangan kita sembarang ambil. Bisa-bisa itu milik raja adat setempat atau tokoh masyarakat lain -- dan kita bisa celaka. Orang tahu pemiliknya dengan cara melihat cap di pantat ternak itu atau tanda-tanda lain. Ternak memang sudah biasanya dibiarkan berkeliaran. Hanya bila mereka memerlukannya -- untuk dijual atau dipotong -- berderaplah orang suruhan mengendarai kuda tanpa pelana (dan tanpa celana, hanya bersarung) untuk menangkap mereka sambil membawa tali di tangan, dinamai jirat. Jangan sebut anak Sumba bila ia asing pada kuda dan tak mahir berjirat. Dan kemahiran berkuda bisa mengangkat status sosial, selain jenis kuda yang ditungganginya. Tentu, kemahiran itu bertuah lewat pacuan kuda, acara yang memang tak sesering dulu lagi -- ketika pacuan kuda masih boleh pada saat pranggang. Tapi ada peringatan 17 Agustus, dengan acara pacuan kuda besar-besaran se-Sumba, di stadion Waingapu. Kuda-kuda juaranya bukan saja dielu-elukan. Malah, kabarnya, banyak yang kemudian menjadi kuda pacu di Jakarta, dipiara oleh orang-orang berduit, dan mendapat makanan dan istal yang lebih mewah. * * * Musim selalu berganti. Ketika kemarau tiba, begitu keringnya udara: suhu tak mampu membuat setitik embun pun. Bila hari terik tengah siang, udara di atas rumput bagai tersaput uap panas (seperti yang terlihat di atas bensin). Sudah begitu, tanah yang semula liat menggelincirkan pecah-pecah menjadi debu yang membubung ke udara kala dilindas ban mobil. Jangan heran bila dinas pendidikan dan kebudayaan setempat punya kebijaksanaan aneh di negara ini: sekolah diliburkan bila panas hari tak tertahankan lagi. "Libur musim panas" itu bisa sampai seminggu. Dalam keadaan begitu yang tetap memperlihatkan keceriaannya hanya burung-burung puyuh yang bersarang rendah, dekat karang-karang tertutup rumput, serta belalang cokelat yang berjumpalitan saat rumput disibak. Panas seperti itu selalu harus diperhitungkan. Bila peladang terlambat menanam, bakal layulah pohon-pohon jagung sebelum buahnya mekar. Dan itu berarti keharusan mereka mengubah menu ke ubi-ubian yang tumbuh liar di ladang-ladang, malah di hutan. Bagi sapi, kekeringan harus dilalui tanpa air mencukupi, dari itu berarti berpuasa -- yang tidak dikehendaki -- hingga musim penghujan kelak. Kuda pun malas memperlihatkan kecekatannya selama ini. Hanya rumput-rumput kering -- sering hanya tinggal mengandung serat kasar saja -- yang bisa mengganjal perut binatang itu. * * * Suku Sumba menganut kepercayaan marapu, dan sebagian di antaranya pemeluk Islam, Kristen. Peran adat memang cukup besar dalam mempengaruhi pola laku mereka. Selebihnya adalah warna-warna tradisional biasa, seperti yang juga terdapat di berbagai daerah lain. "Ada kenalan saya yang mandi setahun sekali," kata dr. Handy Susetyo. Itu dilakukannya sesuai dengan kepercayaan tertentu yang diyakininya. Yang membuat dokter itu heran: temannya tadi tak pernah sakit, dengan tingkat sanitasi yang minim itu. Tetapi pada masyarakat umum, sanitasi yang tidak diacuhkan dalam pemakaian air terbukti menghasilkan bencana, seperti wabah muntaber beberapa bulan lalu. Orang-orang desa di sana masih biasa minum langsung di sungai-sungai. Selama air tetap mengalir mereka tidak ragu meminum airnya. Kotoran di permukaan disibakkan, air diciduk dengan tangkupan tangan, lalu dihirupnya. Kebiasaan khas Sumba lainnya adalah mengunyah sirih dan pinang bagi laki-laki. Fungsinya dapat disepadankan dengan rokok. "Kalau sudah terbiasa, lemas badan ini bila tak mengunyah sirih," kata seseorang di pranggang. Lebih baik tidak makan pagi (umumnya mereka langsung makan siang) daripada tak merasakan sirih. Struktur masyarakat setempat tidak berlapis-lapis, kendati ada masyarakat umum, para hamba yang mengabdi ke kerajaan serta para bangsawan atau keluarga raja. Hanya ada satu panggilan penghormatan untuk laki-laki dan satu macam untuk wanita. Laki-laki tua atau muda sudah akan merasa dihargai bila dipanggil Umbu, sedang wanita cukup dengan Rambu. Hanya pada keluarga bangsawan Umbu dan Rambu langsung digandengkan dengan nama mereka sendiri. Adat dan tradisi terasa masih bertolak dari pengertian sederhana tentang alam, tentang masyarakat, tanpa konsep rumit dan berbelit-belit model adat Jawa atau Bali. Lihatlah bentuk rumah-rumah, kalau hal itu bisa dipakai sebagai salah satu ukuran. Umumnya, rangka atap bertemu pada satu titik, mengarah ke bentuk limasan yang paling dasar, mengesankan perkembangan setahap dari atap kerucut. Sebagai atap digunakan ikatan rumput ilalang yang ditumpuk tebal hingga tak tertembus butiran hujan. Bila ingin tampak rapi, mereka memangkas rata ujung rumput atap tersebut. Rumah-rumah tradisional tadi berbentuk panggung, ditopang empat tiang utama yang tak sampai semeter tingginya dari tanah. (Di Sumba Barat bisa setinggi kuda atau lebih). Lantai dan dindingnya terbikin dari papan. Di dinding papan itu mereka mencantolkan barang miliknya, malah ada yang menggantungkan sepedanya segala. Sedang di kolong rumah, yang tidak setinggi rumah-rumah di Sulawesi Selatan itu, ayam dan babi bebas berkeliaran. Itulah ternak piaraan mereka, sebelum memiliki kuda atau sapi. Anjing kadang juga dipiara, terutama untuk berburu babi hutan atau rusa. Kesahajaan juga terlihat dari belum pupusnya mitos. Ketika melewati perkampungan Mau Jawa di pertengahan perjalanan Waingapu dan Melolo sopir memberi tahu saya agar hati-hati dan lebih baik tidak singgah. "Orang di sini jahat-jahat," ujarnya yakin bersemu takut. Misalnya, katanya, ada orang singgah ke rumah penduduk setempat lalu minta minum -- air kelapa -- yang ternyata diracuni. Walaupun kita sendiri yang memetik dan mengupas kelapa itu, katanya, tetap saja airnya beracun. "Entah mengapa bisa begitu." Mereka memang tak bisa membuktikan pasti kapan peristiwa-peristiwa seperti itu terjadi. Di Sumba, kuda tak hanya dipakai sebagai hewan tunggangan atau status pemilikan saja. Mereka juga makan dagingnya, yang terasa lebih liat dibanding daging sapi. Kebiasaan makan daging kuda mengingatkan pada daerah kuda lainnya, seperti Jeneponto atau Sinjai, Sulawesi Selatan. Di sana ada coto (semacam soto di Jawa) kuda, yang konon merupakan penangkal terhadap kuman tetanus. Dalam banyak hal lainnya, agaknya suku Sumba dapat disepadankan dengan suku Toraja di Sulawesi Selatan. Mereka berdua, juga suku Mentawai, merupakan sedikit suku di dunia yang masih mewarisi tradisi megalit pemakaian batu besar dalam kehidupan masyarakat -- yang umumnya sudah berakhir puluhan ribu tahun silam. Bila di Toraja masih ada menhir -- batu tegak -- yang dipakai untuk menambatkan kerbau korban upacara tertentu, dan memakai gua batu sebagai kubur, di Sumba batu-batu besar masih dipakai untuk peti mati -- semacam sarkofagus bagi raja-raja. Bila orang Toraja mengenal Puang Matua sebagai pimpinan para dewa, orang Sumba mengenal Marapu Ratu. Bila di Toraja ada Puya di sebelah selatan sebagai alam para leluhur -- semacam surga -- di Sumba ada Parai Marapu. Semua itu dalam pemahaman yang mirip. Begitu juga dalam penempatan kerbau sebagai simbol status masyarakat setempat. Makin banyak tanduk kerbau yang terpasang di bagian luar rumah Toraja berarti makin tinggi status pemiliknya. Walau tidak persis demikian, yang seperti itu juga berlaku di Sumba. Satu tengkorak kerbau lengkap dengan tanduknya malang-melintang terpasang di bawah pintu yang menghubungkan teras depan dengan ruang dalam, pada rumah keluarga raja -- kendati selalu diinjak dan berfungsi sebagai anak tangga, ia tak akan terpasang pada rumah orang biasa. Kemiripan lain juga pada upacara kematian. Berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, mayat disimpan dulu. Orang Toraja akan mengumpulkan seluruh keluarga dan dana yang cukup untuk mengadakan pesta penguburan yang sesuai dengan tingkat sosial mereka. Kadang biaya bisa mencapai puluhan juta. Pada saatnya, puluhan ekor babi dan kerbau akan dipotong, terutama tedong bonga kerbau belang -- yang sering dianggap sakral. Nyawa kerbau itulah nanti yang mengantar roh almarhum ke alam puya. Makin banyak kerbau yang mengantarkan, makin bergengsi ia nanti di sana. Penundaan penguburan dilakukan pula di Sumba. Pada saat itu orang datang dalam rombonganrombongan keluarga besar, diiringi tetabuhan gong, ke rumah duka membawa kain tenun yang baik, juga kerbau dan babi. Kain tadi lalu dibalutkan ke tubuh mayat, dan terus dibalut lagi oleh pelayat lain yang datang, hingga mayat merupakan gumpalan besar. Pada keluarga-keluarga raja pemotongan hewan untuk upacara penguburan tak terhitung lagi jumlahnya. Kuda, sapi, dan kerbau dibiarkan berdiri dan penyembelihnya mengayunkan pedang sekali tebas. Dalam keadaan leher menganga lebar dan darah mengucur, hewan menjadi liar, lalu lari dan ambruk sama sekali. Orang-orang boleh memakan daging hewan itu sesukanya. Cara penyembelihan seperti itu juga merupakan kekhasan Toraja. * * * Sekitar 6 kilometer sebelah selatan Melolo, pada sebuah lembah, sebuah perkampungan tampak berbeda dari lainnya. Di bawah perbukitan gersang ada sederetan rumah dengan atap menyerupai bentuk joglo. Di sebelah bawahnya lagi pohon kelapa tumbuh subur pada tanah yang remah, menghijau berbataskan sungai yang selalu berair dalam musim kemarau sekalipun. Di situlah keluarga Raja Rende bermukim. Rumah-rumah itu begitu besar untuk ukuran Sumba. Masing-masing ada terasnya, dan di situ terdapat tengkorak kerbau dengan bentangan tanduk sampai satu setengah meter, di bawah setiap pintu masuk. Di antara rumah-rumah itu ada sebuah yang tampak mencolok -- lebih tinggi, dan sebagian dindingnya terbuat dari kulit kerbau. "Raja keempat dulu tinggal di situ," kata Umbu Charma, 27, salah seorang keluarga raja. Namun, ia tak bisa mewariskan Kerajaan Rende penuh kepada anaknya. Satu-satunya anak adalah wanita, yang diberi nama Ramboe Joeliana. Karena tak ada tradisi tampuk kerajaan dipegang wanita, kepemimpinan lalu diserahkan kepada perserikatan kerabat tetua, di antaranya Ramboe Joeliana sendiri, Oemboe Makapaki (ayah Umbu Charma) serta Oemboe Huki yang dianggap paling tua dan dapat disebut raja kelima. Sudah tentu mereka tak lagi mengendalikan pemerintahan di wilayah yang kini masuk Kecamatan Rindi Umalulu (Melolo) itu. Tapi kepemimpinan sosial dan adat, ya. Misalnya, ada musibah yang menurut kepercayaan marapu mengharuskan penyajian korban di suatu tempat tertentu, seperti di pohon besar maka keluarga raja atau para pemuka adat saja yang berwenang memimpinnya. Di Rende, setiap keluarga raja ditopang penuh oleh hamba-hamba yang mengabdi. Khusus di rumah Oemboe Makapaki saja setiap malam 20 hamba membantu semua pekerjaan rumah tangga. Bila siang, dan tak ada acara yang harus dikerjakan, hamba laki-laki pergi ke ladang masing-masing mencari penghidupan. Hamba wanita tetap di rumah, dan kadang membantu anak gadis tuannya untuk menenun. "Kalau saya pergi ke pranggang, harus ada dua hamba yang mengiringi," kata Oemboe Makapaki yang diterjemahkan Charma. Sedangkan bila ada hajat besar yang memerlukan tenaga banyak orang, keluarga raja bisa memanggil hamba-hamba lainnya dari kampung masing-masing, yang hanya datang ke kerajaan bila perlu. Untuk semua hamba itu mereka tak perlu menyisihkan uang khusus. Cukup menyediakan makan. "Bagi masyarakat, bisa mengabdi pada keluarga raja merupakan kehormatan," kata Charma. Untuk penghidupan, para keluarga raja tak lagi semata mengandalkan pola penghasilan tradisional: ladang dan ternak. Ada sesekali turis asing membeli tenunan halus yang mahal harganya di situ. Makapaki juga punya sebuah bis yang dijalankan salah seorang anaknya. Seorang anaknya yang lain menjadi -- dan dianggap berhasil sebagai -- kepala desa. Sedang Charma sempat kuliah di Sekolah Tinggi Keuangan di Malang, sebelum pulang kampung. Keterkaitan dengan adat juga harus dijunjung oleh keluarga raja. Charma di Malang punya pacar, tapi "tak disetujui keluarga" ketika ia hendak memperistrinya. "Saya harus kawin dengan yang berdarah bangsawan pula," kata Charma. Untuk itu perkawinan diatur oleh keluarga besar. Kalau nekat? "Wah bisa marah semua," kata Charma, sambil tertawa he he he he. Oemboe Huki masih memancarkan wibawanya sebagai raja. Dalam usia 70-an, dengan rambutnya yang memutih, ia tampak gesit dan tangkas menjawab dalam bahasa Sumba setiap pertanyaan yang diajukan dalam bahasa Indonesia. Dikenakannya kemeja dan kopel hansip, sarung hitamnya dipadu dengan ikat kepala hitam pula. Menyelempang di bahunya sehelai kain tenun Sumba biru dalam motif yang tidak banyak beredar di pasaran bebas. Raja, dalam pengertian masyarakat setempat, selalu mempunyai kekuatan tertentu. Masih punya kesaktian, Umbu? "Kita punya nenek barangkali . . . tapi kalau kita-kita ini, yah ...." Kerajaan Rende, menurut Oemboe Huki, bermula pada abad lalu. Seorang bangsawan pergi ke daerah itu dan diterima oleh suku Rende di situ, setelah mengalami perang saudara. Bangsawan itu lalu menjadi raja pertama dan menurunkan keluarga raja yang sekarang masih ada. Pada awal abad ini kerajaan itu sempat mengalami bentrokan dengan kerajaan sekitarnya, walaupun tidak meluas. Dalam silsilah mereka, keluarga raja Rende masih merupakan kerabat raja-raja di Kepunduk, Kanatang, maupun Prailiu. Seperti banyak orang Sumba lainya, Oemboe Huki juga bertato -- diguratkan pada lengan kanannya. Bagaimana membuatnya? Mula-mula disediakan jelaga dicampur minyak tanah, serta duri jeruk. Lengan ditusuktusuk dengan duri mengikuti pola yang telah digambar. Pada saat darah mulai menetes, campuran minyak tanah dan jelaga dioleskan. Luka lalu ditusuk-tusuk lagi sampai campuran hitam jelaga meresap masuk berbaur dengan darah merah, dan terbentuk tato berwarna biru. Motif tato bebas. Tapi banyak yang memilih gambar kuda. Oemboe Huki lebih suka gambar singa dalam corak Sumba, yang di sana disebut mahang. Walaupun banyak yang memakai, penatoan diri bukanlah wajib hukumnya -- hanya sunnah muakkad. Bukan 'seharusnya', melainkan 'sebaiknya, tapi perlu'. Perlunya, menurut Oemboe Huki, sesampainya di alam parai marapu kelak, dan kita mau minta api pada tetangga - entah untuk masak atau untuk penerangan dan penghangatan, mereka akan bertanya apakah kita punya tato. "Kalau kita tidak punya, mereka tak mau memberi api." Entah mengapa. Siapa yang kelak mewarisi kepemimpinan di Rende, ia belum bisa memastikan. Siapa pun, yang merupakan kerabat kerajaan, bisa ditunjuk. Musyawarah keluargalah yang bisa memastikannya kelak. Tapi Oemboe Huki juga punya anak-anak lelaki. * * * Di pelataran rumah-rumah keluarga raja tersusun bongkah-bongkah persegi batu besar. Itulah kubur mereka -- dari raja pertama hingga keempat. Di kotak batu yang bawah tersimpan , jasad para raja itu. Di atasnya i batu pejal persegi menaunginya, ditopang empat tiang batu di setiap sudut. Di atas semua itu dipajang patung meninggi dengan ukiran berbentuk manusia, buaya, burung-burung, anjing, kambing, babi, serta ayam jago yang semuanya menggambarkan kemakmuran dan kejayaan. Untuk membuat watu reti -- batu kubur -- tidak gampang. Orang harus ke gunung-gunung batu dan memotongnya dalam ukuran-ukuran besar. Kemudian batu digulingkan beramai-ramai hingga pelataran rumah. Pada saat pemakaman raja ketiga, masa Belanda dulu, cerita Oemboe Huki, sekitar tiga puluh orang mati dalam pekerjaan itu. Tali yang mengikat batu besar itu putus -- batu lalu berguling dan menindis para hamba yang berada di lereng bukit. Tentang itu ada cerita lain yang beredar di masyarakat. Yakni: kejadian tersebut disengaja. Tali, dalam cerita versi ini, sengaja diputus, dan para hamba memang rela menerima nasib tertimpa batu kubur. Soalnya: waktu itu ada tradisi dan keyakinan, bila raja mati, maka hamba dekatnya harus ikut mengantar mati dengan dibunuh, seperti juga kuda tunggangan raja. Cara itu, konon, dulu memang dilakukan. Tapi kemudian Belanda melarangnya. Untuk tidak menentang aturan Belanda yang kalau tidak dituruti bisa menimbulkan akibat yang tidak diinginkan masyarakat setempat -- diciptakanlah skenario 'kecelakaan' tadi. Benar tidaknya, wallahualam . Upacara penguburan raja adalah tontonan. Wisatawan banyak berharap bisa menyaksikannya, tetapi makin sedikit kesempatan itu. Waktu upacara berlangsung, kerbau-kerbau khusus dipotong. Kerbau-kerbau itu sengaja dipiara sampai tua -- 30 sampai 40 tahun -- hingga tanduknya melintang lebar. "Di sini kerbau besar tinggal sedikit," kata Charma. Yang bisa menjadi daya tarik lainnya bagi wisatawan adalah Pasola di Sumba Barat. Bila panen usai, sawah menjadi ajang perhelatan yang menampung suka ria penduduk. Begitu pula saat nyale -- cacing laut -- meruap untuk dipanen. Dua kampung yang berbeda lalu saling tantang mengadu kekuatan, menguji kekebalan kulit. Mereka berpisah dalam dua kubu, masing-masing mengendarai kuda dan membawa tombak kayu tumpul, dalam posisi berhadap-hadapan. Setelah aba-aba diberikan, melesatlah kuda ke depan dan mereka menghunjamkan senjata ke arah lawan. Katanya, banyak yang kebal kulit mereka, tapi ada juga yang luka. Untuk hal itu polisi tak bisa berbuat apa-apa. Ini adat. Setelah semua selesai, orang bisa mengenangkan saat-saat dirinya tegang melihat ujung tombak menusuk. Bahkan setelah pulau itu jauh, orang masih bisa membayangkan tenun, pranggang, padang, kekeringan, kuda, atau umbu yang tengah mengunyah sirih. Lalu lamat-lamat terdengar puisi Taufiq Ismail seakan tengah dibaca orang: Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka Di mana matahari membusur api, cuaca kering dan ternak melenguh Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh.

Berita ini di muat pada tanggal 8 Maret 1986,lumayan lama juga,,, :D


Sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1986/03/08/SEL/mbm.19860308.SEL34628.id.html
[ Read More ]